Blog Archive
Category
- Anime (15)
- Bloger tips (2)
- Devace (2)
- Download (10)
- Facebook (4)
- Hack (8)
- Internet (5)
- Komik (1)
- Linuk (2)
- Manga (15)
- Naruto (2)
- One Piece (13)
- One Piece1 (28)
- PHP (1)
- Shonen Jump (13)
- Software (17)
- tips dan trick (40)
- Travian (12)
- Tutorial C++ (1)
- Virus (4)
- wikipedia (3)
- Windows (9)
Instalasi Aplikasi di Linux
Salah satu kelebihan dan sekaligus kekurangan dari Linux adalah macam-macam variasinya. Ini tercermin dalam bentuk distribution atau distro. Ada Debian, Redhat, Slackware, Suse, dan masih banyak lainnya, lengkap dengan turunan-turuannya. Selain perbedaan distro, ada juga perbedaan di sisi kernel-nya. Perbedaan ini ternyata menyulitkan instalasi aplikasi.
Aplikasi datang dalam dua bentuk: source code dan binary. Untuk aplikasi yang berbentuk source code, kita bisa melakukan proses perakitan (compile) sendiri. Aplikasi akan terpasang di sistem kita sesuai dengan konfigurasi yang kita inginkan. Namun pendekatan ini tidak cocok untuk kebanyakan orang karena sebagian besar pengguna komputer tidak tertarik untuk jadi pengembang software. Jadi bentuk biner, yang sudah jadi, yang lebih banyak diminati.
Aplikasi biasanya tidak terdiri dari satu berkas saja. Selain berkas aplikasinya ada juga berkas konfigurasi, berkas bantuan (help files), gambar atau grafik, menu, dan seterusnya. Nah, permasalahannya adalah dimana sebaiknya kita meletakkan berkas-berkas ini? Ternyata ini masalah besar di Linux.
Ada distro yang menyimpan berkas konfigurasi di direktori “/etc” dan programmnya sendiri di direktori “/bin”. Ada yang menyimpan di “/usr/etc”, “/usr/local/etc”, “/opt”, dan seterusnya. Pokoknya banyak variasinya. Masing-masing memiliki argumentasi sendiri-sendiri. Akibatnya ini menyulitkan pengembang dalam mendistribusikan programmnya dan menyulitkan pengguna dalam memasang aplikasi yang sudah jadi.
Hal lain lagi yang juga menjadi masalah adalah masing-masing distro memiliki format package yang berbeda. Debian menggunakan “.deb”. Redhat menggunakan “.rpm”. Seorang yang menggunakan Ubuntu (turunan Debian) akan kesulitan jika mendapatkan berkas dalam format “.rpm”.
Beberapa waktu yang lalu ada diskusi di kampus untuk menggunakan program “Autopackage” dalam mendistribusikan aplikasi yang bebas distro. Setelah saya pelajari, ternyata tidak semulus yang disangka. Ternyata dia memasang aplikasi di direktori “/bin”. Wah, ini bikin masalah karena ada banyak pakem yang mengatakan bahwa aplikasi yang dipasang sendiri tidak boleh dipasang di “/bin”. Ini sama kalau di sistem Microsoft Windows adalah aplikasi yang maksa hanya bisa dipasang di direktori “Program Files”. Akibatnya ramelah diskusi mengenai Autopackage.
Akhirnya … sampai saat ini masih belum ditemukan solusi yang pamungkas dalam memasang aplikasi di Linux. (Maksudnya yang mudah gitu.)
Aplikasi datang dalam dua bentuk: source code dan binary. Untuk aplikasi yang berbentuk source code, kita bisa melakukan proses perakitan (compile) sendiri. Aplikasi akan terpasang di sistem kita sesuai dengan konfigurasi yang kita inginkan. Namun pendekatan ini tidak cocok untuk kebanyakan orang karena sebagian besar pengguna komputer tidak tertarik untuk jadi pengembang software. Jadi bentuk biner, yang sudah jadi, yang lebih banyak diminati.
Aplikasi biasanya tidak terdiri dari satu berkas saja. Selain berkas aplikasinya ada juga berkas konfigurasi, berkas bantuan (help files), gambar atau grafik, menu, dan seterusnya. Nah, permasalahannya adalah dimana sebaiknya kita meletakkan berkas-berkas ini? Ternyata ini masalah besar di Linux.
Ada distro yang menyimpan berkas konfigurasi di direktori “/etc” dan programmnya sendiri di direktori “/bin”. Ada yang menyimpan di “/usr/etc”, “/usr/local/etc”, “/opt”, dan seterusnya. Pokoknya banyak variasinya. Masing-masing memiliki argumentasi sendiri-sendiri. Akibatnya ini menyulitkan pengembang dalam mendistribusikan programmnya dan menyulitkan pengguna dalam memasang aplikasi yang sudah jadi.
Hal lain lagi yang juga menjadi masalah adalah masing-masing distro memiliki format package yang berbeda. Debian menggunakan “.deb”. Redhat menggunakan “.rpm”. Seorang yang menggunakan Ubuntu (turunan Debian) akan kesulitan jika mendapatkan berkas dalam format “.rpm”.
Beberapa waktu yang lalu ada diskusi di kampus untuk menggunakan program “Autopackage” dalam mendistribusikan aplikasi yang bebas distro. Setelah saya pelajari, ternyata tidak semulus yang disangka. Ternyata dia memasang aplikasi di direktori “/bin”. Wah, ini bikin masalah karena ada banyak pakem yang mengatakan bahwa aplikasi yang dipasang sendiri tidak boleh dipasang di “/bin”. Ini sama kalau di sistem Microsoft Windows adalah aplikasi yang maksa hanya bisa dipasang di direktori “Program Files”. Akibatnya ramelah diskusi mengenai Autopackage.
Akhirnya … sampai saat ini masih belum ditemukan solusi yang pamungkas dalam memasang aplikasi di Linux. (Maksudnya yang mudah gitu.)